Fakultas Hukum UM Kendari Gelar Kuliah Umum: Kupas Tuntas Korupsi Elektoral dan Politik

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari (UM Kendari) menggelar kuliah umum dengan tema “Dari Korupsi Elektoral ke Korupsi Politik: Tantangan Pemberantasan Korupsi Indonesia,” Senin (22/1). Kegiatan ini menghadirkan Prof. Topo Santoso, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, sebagai narasumber utama.

Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Hukum UM Kendari, Dr. Ahmad Rustan, S.H., M.H., menyampaikan rasa terima kasih atas kesediaan Prof. Topo untuk berbagi ilmu dan pandangan dalam kuliah umum tersebut. “Kami sangat berterima kasih atas kehadiran dan waktu yang telah diluangkan oleh Prof. Topo pada kuliah umum kali ini. Kehadiran beliau menjadi suatu kehormatan bagi kami, khususnya untuk mendengarkan pandangan beliau sebagai Guru Besar Hukum Pidana di Indonesia terkait isu korupsi elektoral,” ujarnya.

Dalam pemaparannya, Prof. Topo menjelaskan bahwa korupsi elektoral dan korupsi politik memiliki keterkaitan yang sangat erat dan berbahaya. Menurutnya, korupsi politik di Indonesia tidak hanya terjadi dalam bentuk transaksi pembelian dukungan partai politik oleh kandidat yang memiliki modal besar, tetapi juga melibatkan penyelenggara pemilu.

“Saat ini, penyelenggara pemilu pun bisa dibeli. Di Indonesia, panitia seleksi yang memilih anggota KPU seringkali lebih banyak dibandingkan jumlah calon yang tersedia. Ini menjadi celah besar untuk memengaruhi integritas proses penyelenggaraan pemilu,” ungkap Prof. Topo. Ia juga menyoroti fakta bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memberikan banyak sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melakukan pelanggaran.

Prof. Topo menegaskan bahwa korupsi politik dalam pemilihan kepala daerah bukanlah hal yang dibuat-buat. “Buktinya ada banyak kasus yang telah terungkap, baik di level legislatif maupun eksekutif. Belum lagi regulasi kita yang mengatur adanya limitasi waktu pelaporan, penyidikan, dan pemeriksaan di pengadilan untuk tindak pidana pemilu. Hal ini membuat pelaku pelanggaran bisa berlindung di balik aturan yang justru memberikan perlindungan jangka pendek,” jelasnya.

Prof. Topo juga menyoroti wacana pengembalian mekanisme pemilihan kepala daerah ke DPRD. Menurutnya, meski gagasan tersebut muncul sebagai upaya menekan biaya politik yang tinggi, langkah ini justru berpotensi menghadirkan masalah baru.

“Alih-alih memperbaiki sistem secara menyeluruh, ide ini malah berpotensi menciptakan korupsi politik baru. Dalam pemilihan melalui DPRD, meskipun tidak ada amplop secara langsung, praktik transfer dana dalam jumlah besar tetap terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada jaminan politik uang bisa sepenuhnya dihilangkan dengan mekanisme ini,” papar Prof. Topo.

Menurutnya, hubungan saling menguntungkan antara politisi, penegak hukum, dan pengusaha korup ini tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap sistem, tetapi juga menutup peluang bagi reformasi yang signifikan.

Kuliah umum ini dihadiri oleh mahasiswa, dosen, dan praktisi hukum di Kendari yang antusias mengikuti diskusi.korupsi di Indonesia. (Humas/Nu)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!